Mata Kuliah : Softskill 4 - Kewirausahawan
Nama : Cipto Prasetio Sutikno
NPM : 18611407
Kelas : 2SA05
A. Etika Bisnis
1. Pengertian Etika Bisnis
Etika adalah tata cara berhubungan dengan manusia lain. Tata cara
pada masing-masing masyarakat tidak sama atau beragam bentuknya. Hal
ini disebabkan beragamnya budaya kehidupan masyarakat yang berasal dari
berbagai wilayah. Etika memberikan petunjuk tindakan-tindakan apa yang
benar dan apa yang salah. Ditinjau dari sejarahnya, kata etika berasal
dari bahasa Prancis yaitu “etiquette” yang berarti kartu undangan; pada
saat itu raja-raja Prancis sering mengundang para tamu dengan
menggunakan kartu undangan. Dalam kartu undangan tersebut tercantum
persyaratan atau ketentuan untuk menghadiri acara, antara lain waktu acara dan pakaian yang harus digunakan. Menurut The world Book Encyclopedia(2008) Etika mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang benar dan salah dengan menggunakan metode “reasoning”
bukan benar-salah menurut kepercayaan atau tradisi. Etika dalam arti
luas disebut sebagai tindakan mengatur tingkah laku atau perilaku
manusia dengan masyarakat.
Etika bisnis merupakan
etika yang berlaku dalam kelompok para pelaku bisnis dan semua pihak
yang terkait dengan eksistensi korporasi termasuk dengan para
kompetitor. Etika bisnis merupakan suatu etika yang harus diterapkan
dalam bisnis yang tidak hanya memperlakukan para konsumen dan karyawan
secara jujur, tapi juga bertindak sebagai seorang warga negara yang baik
didalam komunitas2. Macam Etika Bisnis
Etika yang harus ada dalam benak dan jiwa setiap pengusaha adalah sebagai berikut :
a. Kejujuran
Seorang pengusaha harus
selalu bersikap jujur baik dalam berbicara maupun bertindak. Jujur ini
perlu agar berbagai pihak percaya terhadap apa yang akan dilakukan.
Tanpa kejujuran, usaha tidak akan maju dan tidak akan dipercaya konsumen
atau mitra kerjanya.
b. Bertanggung Jawab
Pengusaha harus bertanggung jawab terhadap
segala kegiatan yang dilakukan dalam bidang usahanya. Kewajiban
terhadap berbagai pihak harus segera diselesaikan. Tanggung jawab tidak
hanya terbatas pada kewajiban, tetapi juga kepada seluruh karyawannya,
masyarakat dan pemerintah.
c. Menepati Janji
Pengusaha dituntut untuk selalu menepati janji, misalnya dalam hal pembayaran, pengiriman barang, atau penggantian. Sekali
seorang pengusaha ingkar janji, hilanglah kepercayaan pihak lain
terhadapnya. Pengusaha juga harus konsisten terhadap apa yang telah
dibuat dan disepakati sebelumnya.
d. Disiplin
Pengusaha dituntut untuk
selalu disiplin dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan usahanya,
misalnya dalam hal waktu pembayaran atau pelaporan kegiatan usahanya.
e. Taat hukum
Pengusaha harus selalu patuh dan menaati hukum yang berlaku, baik yang berkaitan dengan masyarakat ataupun pemerintah. Pelanggaran terhadap hukum dan peraturan yang telah dibuat akan berakibat fatal dikemudian hari. Bahkan, hal itu akan menjadi beban moral bagi pengusaha apabila tidak segera diselesaikan.
f. Suka membantu
Pengusaha secara moral
harus sanggup membantu berbagai pihak yang memerlukan bantuan, sikap
ringan tangan ini dapat ditunjukkan kepada masyarakat dalam berbagai
cara. Pengusaha yang berkesan pelit akan dimusuhi oleh banyak orang.
g. Komitmen dan menghormati
Pengusaha harus komitmen dengan apa
yang mereka jalankan dan menghargai komitmen dengan pihak-pihak lain.
Pengusaha yang menjunjung komitmen terhadap apa yang telah diucapkan
atau disepakati akan dihargai oleh berbagai pihak.
h. Mengejar prestasi
Pengusaha yang sukses
harus selalu berusaha mengejar prestasi setinggi mungkin tujuannya agar
perusahaan dapat terus bertahan dari waktu ke waktu. Prestasi yang
berhasil dicapai perlu terus ditingkatkan. Disamping itu, pengusaha juga
harus tahan mental dan tidak mudah putus asa terhadap berbagai kondisi
dan situasi yang dihadapinya.(Kasmir, 2006 : 21 -23).
Sumber lain menambahkan
etika bisnis yang harus dimiliki selain yang diatas adalah Prinsip
Integritas Moral, prinsip ini merupakan dasar dalam berbisnis dimana
para pelaku bisnis dalam menjalankan usaha bisnis mereka harus menjaga
nama baik perusahaan agar tetap dipercaya dan merupakan perusahaan
terbaik.
Menurut ahli psikologi, Lawrence Kohlberg, dengan risetnya selama 20 tahun, menyimpulkan, bahwa ada 6 tingkatan (terdiri dari 3 level, masing-masing 2 tahap) yang teridentifikasi dalam perkembangan moral seseorang untuk berhadapan dengan isu-isu moral. Tahapannya adalah sebagai berikut :
1) Level satu : Tahap Prakonvensional
Pada tahap pertama, seorang anak dapat merespon peraturan dan ekspektasi sosial dan dapat menerapkan label-label baik, buruk, benar dan salah.
Tahap satu : Orientasi Hukuman dan Ketaatan
Pada tahap ini, konsekuensi fisik sebuah tindakan sepenuhnya ditentukan oleh kebaikan atau keburukan tindakan itu. Alasan anak untuk melakukan yang baik adalah untuk menghindari hukuman atau menghormati kekuatan otoritas fisik yang lebih besar.
Tahap dua : Orientasi Instrumen dan Relativitas
Pada tahap ini, tindakan yang benar adalah yang dapat berfungsi sebagai instrument untuk memuaskan kebutuhan anak itu sendiri atau kebutuhan mereka yang dipedulikan anak itu.
2) Level dua : Tahap Konvensional
Pada level ini, orang tidak hanya berdamai dengan harapan, tetapi menunjukkan loyalitas terhadap kelompok beserta norma-normanya. Remaja pada masa ini, dapat melihat situasi dari sudut pandang orang lain, dari perspektif kelompok sosialnya.
Tahap Tiga : Orientasi pada Kesesuaian Interpersonal
Pada tahap ini, melakukan apa yang baik dimotivasi oleh kebutuhan untuk dilihat sebagai pelaku yang baik dalam pandangannya sendiri dan pandangan orang lain.
Tahap Empat : Orientasi pada Hukum dan Keteraturan
Benar dan salah pada tahap konvensional yang lebih dewasa, kini ditentukan oleh loyalitas terhadap negara atau masyarakat sekitarnya yang lebih besar. Hukum dipatuhi kecuali tidak sesuai dengan kewajiban sosial lain yang sudah jelas.
3) Level tiga : Tahap Postkonvensional, Otonom, atau Berprinsip
Pada tahap ini, seseorang tidak lagi secara sederhana menerima nilai dan norma kelompoknya. Dia justru berusaha melihat situasi dari sudut pandang yang secara adil mempertimbangkan kepentingan orang lain. Dia mempertanyakan hukum dan nilai yang diadopsi oleh masyarakat dan mendefinisikan kembali dalam pengertian prinsip moral yang dipilih sendiri yang dapat dijustifikasi secara rasional. Hukum dan nilai yang pantas adalah yang sesuai dengan prinsip-prinsip yang memotivasi orang yang rasional untuk menjalankannya.
Tahap Lima : Orientasi pada Kontrak Sosial
Tahap ini, seseorang menjadi sadar bahwa mempunyai beragam pandangan dan pendapat personal yang bertentangan dan menekankan cara yang adil untuk mencapai consensus dengan kesepahaman, kontrak, dan proses yang matang. Dia percaya bahwa nilai dan norma bersifat relative, dan terlepas dari consensus demokratis semuanya diberi toleransi.
Tahap Enam : Orientasi pada Prinsip Etika yang Universal
Tahap akhir ini, tindakan yang benar didefinisikan dalam pengertian prinsip moral yang dipilih karena komprehensivitas, universalitas, dan konsistensi. Alasan seseorang untuk melakukan apa yang benar berdasarkan pada komitmen terhadap prinsip-prinsip moral tersebut dan dia melihatnya sebagai criteria untuk mengevaluasi semua aturan dan tatanan moral yang lain.
C. PENERAPAN STANDAR MORAL
Dapatkan pengertian moral seperti tanggung jawab, perbuatan yang salah dan kewajiban diterapkan terhadap kelompok seperti perusahaan, ataukah pada orang (individu) sebagai perilaku moral yang nyata?
Ada dua pandangan yang muncul atas masalah ini :
- Ekstrem pertama, adalah pandangan yang berpendapat bahwa, karena aturan yang mengikat, organisasi memperbolehkan kita untuk mengatakan bahwa perusahaan bertindak seperti individu dan memiliki tujuan yang disengaja atas apa yang mereka lakukan, kita dapat mengatakan mereka bertanggung jawab secara moral untuk tindakan mereka dan bahwa tindakan mereka adalah bermoral atau tidak bermoral dalam pengertian yang sama yang dilakukan manusia.
- Ekstrem kedua, adalah pandangan filsuf yang berpendirian bahwa tidak masuk akal berpikir bahwa organisasi bisnis secara moral bertanggung jawab karena ia gagal mengikuti standar moral atau mengatakan bahwa organisasi memiliki kewajiban moral. Organisasi bisnis sama seperti mesin yang anggotanya harus secara membabi buta mentaati peraturan formal yang tidak ada kaitannya dengan moralitas. Akibatnya, lebih tidak masuk akal untuk menganggap organisasi bertanggung jawab secara moral karena ia gagal mengikuti standar moral daripada mengkritik organisasi seperti mesin yang gagal bertindak secara moral.
D. CONTOH PELANGGARAN ETIKA BISNIS
- Pelanggaran etika bisnis terhadap hukum
- Pelanggaran etika bisnis terhadap transparansi
- Pelanggaran etika bisnis terhadap akuntabilitas
- Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip pertanggungjawaban
- Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kewajaran
- Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kejujuran
- Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip empati
http://me-meydo.blogspot.com/2012/11/memahami-etika-bisnis-dan-kewirausahaan.html